Campak Bisa Fatal Akibatnya!!

Maximilian, putra bungsu insinyur elektro berkebangsaan Jerman, Ruediger Schoenbohm, mendapat serangan campak di usia 6 bulan diiringi sesak napas, namun sembuh dengan sendirinya.

Sepuluh tahun kemudian, atau pada 2004, Max kejang-kejang. Kemampuan otaknya menurun drastis, bahkan ia tak mampu mengingat hal-hal yang baru saja dikerjakannya. Dokter mengeluarkan diagnosis: subacute sclerosing panencephalitis atau SSPE, komplikasi yang dapat terjadi bertahun-tahun setelah seorang anak mengalami campak. Di usianya yang kini 18 tahun, Maximilian tidak dapat melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh seorang bayi.




Campak, Tampek atau Campak Jerman?

Banyak orangtua di Indonesia belum memahami campak dan menganggapnya sebagai penyakit ringan yang akan dialami semua anak. Ketika anak mengalami demam selama beberapa hari dan diikuti dengan munculnya ruam kemerahan di seluruh tubuh, maka orangtua “mendiagnosis” anaknya sakit campak. Benarkah diagnosis ini?

Umumnya, demam yang disertai atau diikuti dengan ruam kemerahan di seluruh tubuh disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan sendirinya. Daya tahan tubuh akan mengalahkan serangan virus sehingga anak tersebut segera pulih. Virus campak menyebabkan penyakit campak dan mempunyai komplikasi berat, misalnya radang paru-paru (pneumonia) dan radang otak (ensefalitis) yang tak jarang berakhir dengan kematian.

Apa sebenarnya penyakit dengan gejala demam dan ruam yang sering dialami anak-anak? Pada kondisi ini, anak biasanya masih cukup aktif dan jarang mengalami komplikasi berat. Diagnosis tersering saat anak demam dan ruam adalah roseola atau eksantema subitum. Penyebabnya, virus human herpesvirus (HHV) tipe 6 dan 7. Anak biasanya mengalami demam yang cenderung tinggi selama 3-5 hari, sehingga tampak lemah, dan diikuti dengan munculnya ruam di seluruh tubuh. Ketika ruam sudah bermunculan, demam mereda dan anak makin aktif kembali. Sebagian orangtua menyebutnya dengan “tampek”, sehingga rancu dengan campak. Roseola tidak mempunyai komplikasi berat.

Kemungkinan lain penyebab demam dan ruam pada anak adalah rubella atau campak Jerman. Penyakit ini hampir menyerupai campak, namun jarang sekali berkomplikasi berat. Rubella berbahaya bila terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan tiga bulan, karena berisiko melahirkan bayi dengan beberapa kelainan bawaan.

Rubella disebabkan oleh infeksi virus dan sembuh dengan sendirinya. Sama halnya dengan campak, rubella bisa dicegah dengan imunisasi MMR. Imunisasi ini dinilai berhasil mengurangi angka kecacatan bawaan pada bayi yang lahir dengan sindrom rubella kongenital (saat ibu terinfeksi virus rubella saat kehamilan muda). Anak-anak bisa menularkan virus ini ke wanita hamil.

Campak adalah penyakit yang ditandai dengan demam, batuk, pilek, dan mata merah selama 5-7 hari. Anak biasanya tampak lemah, sulit makan atau minum, sehingga harus dipastikan tidak kekurangan cairan (dehidrasi). Ruam muncul saat demam masih terjadi, dengan pola penyebaran dari bagian atas tubuh sampai ke bawah, dalam beberapa hari.

Saat demam masih berlangsung, pneumonia dan ensefalitis dapat terjadi. Komplikasi lainnya, infeksi telinga tengah (otitis media) dan peradangan pada kornea mata (keratitis) yang berpotensi menyebabkan kebutaan. Pada kasus yang sangat jarang, seperti dialami Maximilian, SSPE muncul dan berakibat fatal. Semua kemungkinan ini dapat dicegah dengan suntikan vaksin campak ketika anak berusia 9 bulan.



Lawan Campak dengan “Herd Immunity”

Campak adalah penyakit yang sangat menular. Bila 10 orang yang belum pernah diimunisasi campak (atau belum pernah sakit campak) berada di dalam satu ruangan sempit dengan seorang penderita campak, seluruh orang ini kemungkinan besar akan terinfeksi virus campak.

Imunisasi campak menjadi program pemerintah sejak 1982. Pada 1980, Badan Kesehatan Dunia atau WHO mencatat ada 28.935 kasus campak di Indonesia. Tiga puluh tahun kemudian, angka tersebut turun menjadi 15.489 kasus.

Pada 2012 cakupan imunisasi campak di Indonesia masih sebesar 82%. Angka ini ditargetkan naik menjadi 90% atau lebih, untuk menciptakan herd immunity, yaitu kekebalan terhadap virus campak yang dihasilkan oleh suatu kelompok masyarakat.

Apabila cakupan imunisasi melebihi nilai ambang yang ditargetkan, hasilnya adalah mayoritas penduduk di suatu kelompok masyarakat sudah mempunyai kekebalan tubuh terhadap virus campak. Kelompok ini mampu melindungi anggota masyarakat lainnya yang belum diimunisasi campak (misalnya karena usianya masih di bawah 9 bulan, mengalami penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti kanker atau HIV, sehingga tidak bisa mendapatkan vaksin campak) dari penyebaran virus.

Adanya kelompok masyarakat yang menolak program imunisasi, termasuk imunisasi campak, dapat menyulitkan terbentuknya herd immunity. Virus menyebar bebas dan sewaktu-waktu wabah dapat terjadi. Kelompok anti-imunisasi tidak hanya membahayakan diri dan keluarganya, tetapi juga orang lain yang berada di sekitarnya.

Melihat masih banyaknya kasus campak dan anak yang sakit campak meski sudah diimunisasi, Kementerian Kesehatan membuat kebijakan baru. Melalui peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013, imunisasi ulangan campak diberikan pada usia 2 tahun. Ketika anak memasuki usia SD, imunisasi campak kembali diberikan melalui program bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).

Campak bukanlah penyakit ringan. Angka kematian yang diakibatkannya masih cukup tinggi. Karena itu, orangtua jangan melewatkan imunisasi campak pada anak saat usia bayi dan ulangannya.


Semoga Bermanfaat

Related Posts:

0 Response to "Campak Bisa Fatal Akibatnya!!"

Posting Komentar